Skip to main content

Tradisi Kesopanan Dalam Pernikahan Suku Bugis "Mappakoci"

Bugis Makassar - Mappakoci dianggap menunjukkan kesopanan sekaligus mencerminkan kualitas penemuan kebijakan dalam menghargai ketabahan perempuan, sebab sebuah taqdir yang harus diterima seorang kakak, sebab lamaran tidak tertuju padanya, ketika seorang peminanang /pelamar memilih adiknya ketimbang kakanya?, maka sang kakak perempuan di beri kesempatan mappokoci, atraksi budayanya seperti berikut ini : si kakak diberi kesempatan mengambil sebagian uang lamaran secara rahasia (dengan cara tertentu), sedang adiknya merelakan hal tersebut.

Pernikahan Suku Bugis

Tradisi di suatu daerah mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat di daerah lain. Dan melaksanakan sebuah tradisi bagi masyarakat merupakan kepercayaan, hal ini sekaitan dengan nilai-nilai sosio kultural yang memiliki makna dan nilai heterogen serta pengertian simbol-simbol tradisi yang bersifat metaforik. (seperti yang telah kami jelaskan pengertian mappakoci di atas).

Menelusuri tradisi mappakoci di Kecamatan Simbang, Dusun Sampakang. Oleh peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan memperhatikan keterkaitan antara bentuk, fungsi dan faktor yang melatarbelakangi tradisi ini termasuk pengaruh-pengaruh yang tidak saja bersifat fisik, tetapi juga menenangkan pikiran dalam keadaan yang tak dikehendaki/ kurang srek.

Mappakoci merupakan denda dari seorang anak yang statusnya sebagai kakak perempuan kepada orang tuanya, karena si orang tua tersebut dalam menerimakan lamaran yang datang merelakan anak perempuannya yang lebih muda dikenai lamaran/ “ditangke” (bahasa Bugis : diterima lamaran si pelamar secara resmi) sebab keterpaksaan menerima karena taqdir/jodoh bagi anak perempuannya yang lebih muda yang dikenai lamaran sebelum yang tua.

JELAJAH- usai terjadi pemenuhan kesepakatan tentang mahar (hal yang dipenuhi calon pengantin pria) atau dikenal dengan istilah mappicakka (penyetujuan prosesi acara), tentang prasarana perempuan, ada emasnya atau tidak, membawakan beras dengan sekian jumlah, dan memenuhi leko atau sejumlah uang belanja. Selanjutnya, kerabat si pelamar pihak laki yang membawa sejumlah mahar dipersilahkan duduk di lantai panggung depan pintu masuk rumah yang dinamakan Dego-dego, atau sebuah ruang tambahan depan /teras rumah panggung, difungsikan sebagai tempat duduk bagi tamu sebelum masuk.

leko/ uang lamaran dari pihak laki-laki, diterima oleh pemangku agama atau adat, setelah uang terhitung dan memenuhi kesepakatan, maka uang yang tersimpan dalam keranda tersebut diarak dalam rumah dari tangan-ketangan (peristiwa ini merupakan penyaksian dari pihak keluarga perempuan) hingga sampai ke tangan orang tua perempuan, yang berada di bilik atau sebuah ruang khusus keluarga/ Lottang rilaleng (latte rilaleng, ruang yang sifatnya sangat private). Fungsi ruang ini untuk tempat tidur anak gadis atau nenek/kakek.

Nilai kearifan local “Mappakoci” dalam implementasinya mencakup tenggang rasa, gotong-royong, azas demokrasi dan nilai-nilai keadilan untuk memperoleh hak dan kewajiban yang sesuai dengan kemampuan, sebab secara naluriah lebih sering terjadi anak gadis yang lebih tua lebih dahulu harus menikah.

Laporan : kaimuddin mbck, “Penelitian di kab. Maros Kec. Simbang”
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar