Apakah Orang Makassar Kasar ? berikut ulasannya seperti yang admin kumpulkan dari berbagai sumber bahwa, Pada hakikatnya pada saat kita menyebut Makassar orang-orang selalu beranggapan bahwa orangnya kasar karena akhiran dari nama kota tersebut itu sendiri di akhiri dengan kassar(MaKassar). Sehingga banyak orang yang berpendapat bahwa orang Makassar itu kasar. Padahal itu hanya isu saja yang membuat kita berfikir bahwa Makassar itu orang-orangnya kasar padahal sebetulnya Makassar tidak Kasar.
Selain itu banyak juga yang mendukung pemikiran masyarakat di luar kota orang yang menilai dari bagaimana pola berbicara orang Makassar di nilai dari intonasinya yang keras, volume suara yang besar dan tuturbahasanya yang terkadang tidak terlalu enak untuk di dengar sehingga mereka beranggapan Makassar tidak memiliki tingkat sopan santun dan selalu di fikir kalau kasar cara berbicaranya. Padahal itulah semua yang sudah menjadi kebiasaan dan cara berbicara dari orang-orang Makassar yang terdahulu lebih tepatnya dari nenek moyang kita dulu.
Tapi sesungguhnya dibalik semua itu Makassar sebetulnya tidak pernah bermaskud seperti apa yang di fikirkan oleh orang-orang memang bahasanya daerah Makassar itu kasar, tapi maksud arti dalam bahasa tersebut sebenarnya lembut dan tidak kasar. Tapi sebenarnya Makassar itu semua juga orangnya ramah dan welcome terhadap orang lain yang datang di daerahnya dan sebenarnya orang Makassar itu baik, ramah dan apabila kita sudah mengenal lebih jauh tentang orang Makassar tersebut. Kita dapat menjadikan mereka seperti sodara kita sendiri.
Benarkah anggapan orang-orang di luar Sulawesi bahwa orang Makassar itu kasar-kasar baik dari segi bahasa maupun perangai mereka? Apakah kekasaran itu akrab dengan orang-orang Makassar?
Awalnya saya merasa ragu untuk memposting tema ini. Mengingat beberapa hari belakangan ini terjadi bentrokan antar mahasiswa di salah satu PTN di Makassar. Gempuran media yang menyorot fenomena bentrokan dan aksi anarkis yang dilakukan oleh para mahasiswa semakin memperparah image negatif masyarakat Indonesia tentang Makassar dan orang-orangnya yang katanya “Kasar”. Tapi saya sebagai orang Makassar mempunyai kewajiban untuk meluruskan hal ini dan mengubah cara pandang mereka.
Pandangan dan pendapat negatif orang di luar Sulawesi tentang Makassar memang benar adanya. Pengalaman saya waktu merantau di luar Sulawesi, salah seorang teman saya dari suku lain mengatakan seperti ini kepada saya “Nu, katanya kaum lelaki di Makassar kalau kemana-mana bawa badik ya dan kalau marah langsung nikam gitu”. Aku langsung heran dengan pernyataannya tersebut “Astagfirullah, itu tidak benar. Kaum lelaki kami tidak seperti itu, biasa saja sama seperti kalian. Lagipula kalau zaman sekarang bawa senjata tajam bisa ditangkap polisi”.
Ada lagi pengalaman dari Ibu saya. Waktu itu beliau berada di pesawat dari Jakarta menuju Makassar. Beliau duduk berdampingan dengan seorang anak muda yang kelihatan gelisah dan ketakutan. Ibuku pun bertanya
Sepanjang perjalanan itu, ibuku bercerita hal-hal yang positif tentang Makassar dan membuat kegelisahan pemuda tersebut perlahan sirna. Sampai di Bandara Sultan Hasanuddin pemuda tersebut meminta tolong kepada Ibuku untuk di antar ke wisma tempat ia menginap tapi sebelumnya pemuda itu ingin dibawa ke warung coto untuk merasakan kelezatan coto Makassar. Selama di Taxi pemuda tersebut memperhatikan situasi kota Makassar, ternyata tidak seperti yang terdoktrin di pikirannya, tidak ada kaum lelaki yang membawa badik atau parang yang siap menikam dan membacok siapapun. (hehehhe…. Mungkin di alam pikirannya orang-orang Makassar masih primitif ya)
Persepsi kasar tersebut mungkin tercipta karena kesalahpahaman akan kata “Makassar”. Makassar berasal dari kata “Mangkasarak”. Orang-orang memahami bahwa Mangkasarak mempunyai arti orang yang mudah tersinggung. Tapi pemahaman itu salah. Mangkasarak mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan terus terang (jujur). Sejarah tentang asal kata Makassar silakan baca disini.
Persepsi negatif juga disebabkan karena pemberitaan media yang terlalu berlebihan tentang tauran antar mahasiswa. Jadi seakan-akan orang-orang Makassar itu tukang berantem. Karakter orang Makassar yang cepat panas, spontan, dan kritis memang sangat mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebenarnya karakter seperti ini bisa dibawa ke hal yang positif.
Kakak ipar saya seorang kepala cabang di salah satu BUMN di Makassar berbagi pengalaman. Karakter orang Makassar yang cepat panas, spontan, dan kritis dia manfaatkan untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Caranya dengan manajemen konflik, masing-masing departemen saling mengkritisi satu sama lain. Tentunya hal ini membawa dampak yang bagus karena tidak ingin di protes, masing-masing departemen bekerja secara perfect. Wal hasil kinerja meningkat , omzet perusahaan pun meningkat.
Saya keturunan bugis, tapi lahir dan besar di kota Makassar. Saya lebih fasih berbahasa Makassar di banding bahasa bugis. Dan saya paham karakter orang Makassar. Memang orang Makassar itu cepat panas, cepat naik pitam tapi mereka akan marah jika hal tersebut sangat menyinggung harga diri atau siri’ baik itu harga dirinya sendiri, keluarga, teman, suku, dan bangsanya dan karena itulah orang-orang Makassar dikenal dengan keberaniannya. Kami orang Makassar sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan musyawarah.
Dan ada satu hal lagi yang perlu saya jelaskan tentang pandangan orang-orang di luar Sulawesi bahwa “menikah dengan cewek asal Bugis-Makassar itu sangat mahal”, jual anaklah katanya. Memang harus diakui bahwa menikah dengan cewek asal Bugis-Makassar itu butuh biaya lebih. “Maharnya terlalu tinggi”. Maaf bukan mahar tapi uang panai’.
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Sedangkah panai’ adalah uang yang diberikan pihak calon suami kepada calon istri untuk mengadakan pesta dan ritual adat lainnya.
Dan karena itulah yang menyebabkan membengkaknya biaya pernikahan karena pesta dan ritual adat adalah hal yang wajib. Uang panai’ itu digunakan untuk sewa gedung, tenda, buat undangan, sewa lamming, sewa baju pengantin, sewa kursi, hidangan makanan pada waktu mappaccing, menikah, mapparola, acara resepsi dan masih banyak lagi yang lain (ribet pokoknya).
Mahal kah??? Saya rasa tidak. Berkorban untuk wanita tercinta dan memeriahkan moment sekali dalam seumur hidup serta tetap melestarikan adat istiadat yang ada, itu sah-sah saja dan merupakan bayaran yang pantas. Betul tidak....
Semoga dengan tulisan saya ini bisa mengubah persepsi anda tentang Makassar Kami tidak kasar. Btw, bukan cuma Makassar loh yang Mahasiswa dan anak mudanya sering tauran. Di Daerah lain juga sering terjadi tauran dan aksi anarkis. So... jangan hanya mencap orang Makassar saja yach.... Sumber : Orang Makassar Tidak Kasar http://nunusangpemimpi.blogspot.com/2011/11/makassar-tidak-kasar.html
Selain itu banyak juga yang mendukung pemikiran masyarakat di luar kota orang yang menilai dari bagaimana pola berbicara orang Makassar di nilai dari intonasinya yang keras, volume suara yang besar dan tuturbahasanya yang terkadang tidak terlalu enak untuk di dengar sehingga mereka beranggapan Makassar tidak memiliki tingkat sopan santun dan selalu di fikir kalau kasar cara berbicaranya. Padahal itulah semua yang sudah menjadi kebiasaan dan cara berbicara dari orang-orang Makassar yang terdahulu lebih tepatnya dari nenek moyang kita dulu.
Tapi sesungguhnya dibalik semua itu Makassar sebetulnya tidak pernah bermaskud seperti apa yang di fikirkan oleh orang-orang memang bahasanya daerah Makassar itu kasar, tapi maksud arti dalam bahasa tersebut sebenarnya lembut dan tidak kasar. Tapi sebenarnya Makassar itu semua juga orangnya ramah dan welcome terhadap orang lain yang datang di daerahnya dan sebenarnya orang Makassar itu baik, ramah dan apabila kita sudah mengenal lebih jauh tentang orang Makassar tersebut. Kita dapat menjadikan mereka seperti sodara kita sendiri.
Orang Makassar Tidak Kasar
Benarkah anggapan orang-orang di luar Sulawesi bahwa orang Makassar itu kasar-kasar baik dari segi bahasa maupun perangai mereka? Apakah kekasaran itu akrab dengan orang-orang Makassar?
Awalnya saya merasa ragu untuk memposting tema ini. Mengingat beberapa hari belakangan ini terjadi bentrokan antar mahasiswa di salah satu PTN di Makassar. Gempuran media yang menyorot fenomena bentrokan dan aksi anarkis yang dilakukan oleh para mahasiswa semakin memperparah image negatif masyarakat Indonesia tentang Makassar dan orang-orangnya yang katanya “Kasar”. Tapi saya sebagai orang Makassar mempunyai kewajiban untuk meluruskan hal ini dan mengubah cara pandang mereka.
Pandangan dan pendapat negatif orang di luar Sulawesi tentang Makassar memang benar adanya. Pengalaman saya waktu merantau di luar Sulawesi, salah seorang teman saya dari suku lain mengatakan seperti ini kepada saya “Nu, katanya kaum lelaki di Makassar kalau kemana-mana bawa badik ya dan kalau marah langsung nikam gitu”. Aku langsung heran dengan pernyataannya tersebut “Astagfirullah, itu tidak benar. Kaum lelaki kami tidak seperti itu, biasa saja sama seperti kalian. Lagipula kalau zaman sekarang bawa senjata tajam bisa ditangkap polisi”.
Ada lagi pengalaman dari Ibu saya. Waktu itu beliau berada di pesawat dari Jakarta menuju Makassar. Beliau duduk berdampingan dengan seorang anak muda yang kelihatan gelisah dan ketakutan. Ibuku pun bertanya
Dik, kenapa? sakit ya? Kok gelisah gitu.
Tidak bu, saya cuma cemas saja ini pertama kalinya saya ke Makassar?
lalu apa yang adik cemaskan?
Begini bu, dari perusahaan saya di pindah tugaskan ke Makassar, lalu teman-teman saya yang sudah pernah ke Makassar bercerita bahwa di Makassar tuh orangnya beringas-beringas, kemana-mana bawa badik dan parang. Dan kalau marah langsung menikam dan menebas. Selain itu katanya susah cari makanan halal, disana orang-orangnya makan babi.”
Astagfirullah, salah banget cerita teman-teman adik. Kami tidak seburuk yang kalian pikirkan. Di Makassar itu mayoritas islam, sangat mudah mendapatkan makanan yang halal. Makanannya enak-enak loh, ada coto Makassar, pallubasa, konro, serta berbagai makanan laut. Dan orang-orang yang adik katakan tadi beringas, kemana-mana bawa parang dan badik itu juga tidak benar. Perangai kami biasa saja, tidak seekstrem yang kalian pikirkan. Mungkin intonasi suara kami agak keras tapi bukan berarti marah atau kasar. Sama halnya seperti orang betawi dan orang batak
Sepanjang perjalanan itu, ibuku bercerita hal-hal yang positif tentang Makassar dan membuat kegelisahan pemuda tersebut perlahan sirna. Sampai di Bandara Sultan Hasanuddin pemuda tersebut meminta tolong kepada Ibuku untuk di antar ke wisma tempat ia menginap tapi sebelumnya pemuda itu ingin dibawa ke warung coto untuk merasakan kelezatan coto Makassar. Selama di Taxi pemuda tersebut memperhatikan situasi kota Makassar, ternyata tidak seperti yang terdoktrin di pikirannya, tidak ada kaum lelaki yang membawa badik atau parang yang siap menikam dan membacok siapapun. (hehehhe…. Mungkin di alam pikirannya orang-orang Makassar masih primitif ya)
Persepsi kasar tersebut mungkin tercipta karena kesalahpahaman akan kata “Makassar”. Makassar berasal dari kata “Mangkasarak”. Orang-orang memahami bahwa Mangkasarak mempunyai arti orang yang mudah tersinggung. Tapi pemahaman itu salah. Mangkasarak mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan terus terang (jujur). Sejarah tentang asal kata Makassar silakan baca disini.
Persepsi negatif juga disebabkan karena pemberitaan media yang terlalu berlebihan tentang tauran antar mahasiswa. Jadi seakan-akan orang-orang Makassar itu tukang berantem. Karakter orang Makassar yang cepat panas, spontan, dan kritis memang sangat mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebenarnya karakter seperti ini bisa dibawa ke hal yang positif.
Kakak ipar saya seorang kepala cabang di salah satu BUMN di Makassar berbagi pengalaman. Karakter orang Makassar yang cepat panas, spontan, dan kritis dia manfaatkan untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Caranya dengan manajemen konflik, masing-masing departemen saling mengkritisi satu sama lain. Tentunya hal ini membawa dampak yang bagus karena tidak ingin di protes, masing-masing departemen bekerja secara perfect. Wal hasil kinerja meningkat , omzet perusahaan pun meningkat.
Saya keturunan bugis, tapi lahir dan besar di kota Makassar. Saya lebih fasih berbahasa Makassar di banding bahasa bugis. Dan saya paham karakter orang Makassar. Memang orang Makassar itu cepat panas, cepat naik pitam tapi mereka akan marah jika hal tersebut sangat menyinggung harga diri atau siri’ baik itu harga dirinya sendiri, keluarga, teman, suku, dan bangsanya dan karena itulah orang-orang Makassar dikenal dengan keberaniannya. Kami orang Makassar sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan musyawarah.
Dan ada satu hal lagi yang perlu saya jelaskan tentang pandangan orang-orang di luar Sulawesi bahwa “menikah dengan cewek asal Bugis-Makassar itu sangat mahal”, jual anaklah katanya. Memang harus diakui bahwa menikah dengan cewek asal Bugis-Makassar itu butuh biaya lebih. “Maharnya terlalu tinggi”. Maaf bukan mahar tapi uang panai’.
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Sedangkah panai’ adalah uang yang diberikan pihak calon suami kepada calon istri untuk mengadakan pesta dan ritual adat lainnya.
Dan karena itulah yang menyebabkan membengkaknya biaya pernikahan karena pesta dan ritual adat adalah hal yang wajib. Uang panai’ itu digunakan untuk sewa gedung, tenda, buat undangan, sewa lamming, sewa baju pengantin, sewa kursi, hidangan makanan pada waktu mappaccing, menikah, mapparola, acara resepsi dan masih banyak lagi yang lain (ribet pokoknya).
Mahal kah??? Saya rasa tidak. Berkorban untuk wanita tercinta dan memeriahkan moment sekali dalam seumur hidup serta tetap melestarikan adat istiadat yang ada, itu sah-sah saja dan merupakan bayaran yang pantas. Betul tidak....
Semoga dengan tulisan saya ini bisa mengubah persepsi anda tentang Makassar Kami tidak kasar. Btw, bukan cuma Makassar loh yang Mahasiswa dan anak mudanya sering tauran. Di Daerah lain juga sering terjadi tauran dan aksi anarkis. So... jangan hanya mencap orang Makassar saja yach.... Sumber : Orang Makassar Tidak Kasar http://nunusangpemimpi.blogspot.com/2011/11/makassar-tidak-kasar.html