RAJA RAJA BONE MASA REGENT TOBALLA TAHUN 1643-1660 Tobala Arung Tanete ditunjuk oleh KaraengE ri Gowa sebagai pengganti Mangkau di Bone yang disebut jennang. Selama 17 tahun Tobala menjadi Jennang di Bone, sekian pula lamanya Bone dijajah oleh Gowa. Ketika Tobala yang juga dikenal dengan gelar Petta PakkanynyarangE menjadi Jennang di Bone, tindakan kesewenang-wenangan orang Gowa terhadap orang Bone semakin menjadi-jadi. Banyak orang Bone yang memilih untuk pindah ke daerah lain, karena tidak mampu lagi menahan penderitaan akibat tindakan orang Gowa yang sangat kejam. Dimasa pemerintahan Tobala, Karaeng E ri Gowa minta dikirimkan orang dari Bone sebanyak 10.000. Jumlah itu tidak bisa kurang dan harus sesuai dengan yang diminta. Orang sebanyak itu akan disuruh menggali parit dan membuat benteng. Kepada siapa yang telah ditentukan untuk berangkat ke Gowa tidak bisa diganti, walaupun ada hambanya yang bisa menggantikannya. Tidak bisa juga membayar sebagai tebusan agar bisa tidak berangkat.
Saat itu La Tenri Tatta sudah mulai dewasa dan kawinlah dengan I Mangkawani Daeng Talele. Pada saat orang Bone yang jumlahnya 10.000 itu tiba, La Tenri Tatta bersama seluruh keluarganya meninggalkan rumah KaraengE ri Gowa. Ia pun turun bekerja bersama orang Bone, merasakan bagaimana penderitaan dan penyiksaan yang dialami mereka. La Tenri Tatta To Unru menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana orang Gowa menyiksa orang Bone jika didapati tidak bekerja atau malas karena kelaparan. Orang Bone diperlakukan tak ubahnya hewan, dicambuk dan ditendang. Bahkan tidak sedikit yang mati terbunuh oleh orang Gowa yang mengawasi penggalian parit dan pembuatan benteng tersebut.
Melihat tindakan orang Gowa terhadap orang Bone yang semakin tidak berperikemanusiaan, hati La Tenri Tatta menjadi tergugah dan berpikir untuk membuat suatu rencana pembebasan. Dengan bekerja sama dengan beberapa keluarga dekatnya, seperti Arung Belo, Arung Ampana dan lain-lain. Kesepakatan yang dibuatnya adalah pada suatu saat yang tepat dan aman, semua orang Bone melarikan diri dari tempat penggalian parit dan pembuatan benteng tersebut menuju ke Bone.
Sementara Tobala tidak mampu lagi untuk menerima tindakan orang Gowa terhadap orang Bone yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Hal ini menambah kesungguhan La Tenri Tatta untuk menegakkan kembali kebesaran Bone. Dihimpunlah seluruh kekuatan Bone yang pernah bercerai berai, dia juga mengajak Soppeng agar dapat membantu Bone melawan Gowa.
Setelah cukup 17 tahun Tobala menjadi Jennang di Bone, ia membangkitkan kembali semangat orang Bone untuk melawan Gowa. Sementara La Tenri Tatta bersama segenap keluarga, jowa dan segenap orang Bone yang menjadi penggali parit telah berada dalam perjalanan menuju ke Bone. Hal ini tidak diketahui oleh KaraengE ri Gowa bersama seluruh anggota Hadatnya.
Setelah sampai di Bone, ia langsung menemui Tobala Jennang Bone. Selain itu ia juga menyampaikan kepada Datu Soppeng pamannya yang bernama La Tenri Bali. Memang telah dipersatukan Bone dengan Soppeng sesuai bunyi Pincara LopiE ri Attapang (Perjanjian ri Attapang). Bersatulah kembali Tobala dengan La Tenri Tatta membangkitkan kembali semangat perlawanan orang Bone terhadap Gowa.
Sebagai wujud kegembiraan orang Bone atas kembalinya La Tenri Tatta ke Bone, maka orang Bone sepakat untuk mengangkatnya menjadi arung di Palakka mewarisi neneknya. Sejak itu dinamakanlah Arung Palakka.
Setelah mempersatukan pendapat dengan Jennang Tobala untuk tidak mundur dalam melawan Gowa, pergilah Arung Palakka ke Lamuru untuk menghadang orang Gowa yang mengikutinya. Terjadilah perang yang sangat dahsyat dan menelan korban yang tidak sedikit dari kedua belah pihak. Karena kekuatan Gowa ternyata lebih kuat, maka ia pun mengundurkan diri bersama pengawalnya.
Dalam perjalanannya menghindari serangan Gowa, La Tenri Tatta Arung Palakka singgah menemui Datu Soppeng minta bekal untuk dimakan dalam perjalanan bersama pengawalnya. Karena dia akan pergi mencari teman yang bisa diajak kerja sama melawan Gowa. Hal ini dimaksudkan agar dapat menegakkan kembali kebesaran Bone.
Atas permintaannya itu, Datu Soppeng memberinya emas pusaka dari orang tuanya. Emas itulah yang dijadikan bekal bersama segenap pengawalnya pergi mencari teman yang bisa diajak kerja sama menegakkan kembali kebesaran Bone. La Tenri Tatta Arung Palakka sebelum berangkat berjanji tidak akan memotong rambutnya sebelum ia kembali ke Bone.
Berangkatlah La Tenri Tatta Arung Palakka bersama segenap pengawalnya, sementara orang Gowa tetap mengikuti jejaknya. Orang Bone pun kembali melawan di bawah pimpinan Tobala yang dibantu oleh orang Soppeng. Akan tetapi karena kekuatan Gowa masih lebih kuat, sehingga orang Bone kembali mengalami kekalahan. Bahkan Tobala tewas dalam peperangan dan Datu Soppeng tertawan.
Karena kekalahan itu, sehingga orang Bone kembali ditawan dan dijajah oleh Gowa. Begitu pula orang Soppeng karena telah membantu Bone dalam melawan Gowa. Sementara La Tenri Tatta Arung Palakka tetap diburu oleh orang Gowa dan tidak sedikit mengalami kepungan yang hampir saja menjebak dirinya. Seakan-akan tidak ada lagi tempat yang dapat digunakan untuk berlindung di Bone.
Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menyeberang ke Tanah Uliyo (Butung) untuk minta perlindungan. Hal ini dilakukan agar dapat menemukan teman yang dapat membantunya untuk melawan dan menundukkan Gowa. Disiapkanlah perahu untuk menyeberang ke Butung.
Sesampainya di Butung, naiklah La Tenri Tatta menemui Raja Butung. Raja Butung menerimanya dan bersedia membantunya. Tetapi ternyata Gowa tidak akan berhenti untuk mengikuti jejaknya. Setelah KaraengE ri Gowa mengetahui bahwa La Tenri Tatta bersama sejumlah pengawalnya telah menyeberang ke Butung, ia segera memerintahkan Arung Gattareng untuk menyusulnya.
Akan tetapi Arung Gattareng tidak sampai di Tanah Uliyo dan dia kembali tanpa membawa hasil. KaraengE ri Gowa lantas mengirim pasukan tempur untuk mengikuti sampai di Butung. Sesampainya di Butung pasukan Gowa tersebut mencari ke berbagai tempat, namun tidak berhasil menemukan La Tenri Tatta dengan seluruh pengawalnya. Raja Butung berusaha meyakinkan orang Gowa bahwa La Tenri Tatta tidak ada di atas Tanah Butung. Oleh karena itu, orang Gowa kembali tanpa menemukan La Tenri Tatta dan pengawalnya.
Setelah orang Gowa kembali ke kampungnya, Raja Butung berkata kepada La Tenri Tatta ; ”Saya sangat khawatir kalau pada akhirnya engkau dan seluruh pengawalmu ditemukan oleh orang Gowa di Tanah Butung ini. Saya sarankan agar engkau menunggu Kompeni Belanda karena tidak lama lagi dia akan datang. Dia akan berangkat ke Ternate karena Raja Ternate berselisih dengan saudaranya. Sekarang saudara Raja Ternate itu ada di Gowa untuk minta bantuan kepada KaraengE ri Gowa. Karena itu, KaraengE ri Gowa bermaksud berangkat ke Ternate, orang Bone diseberangkan ke Butung oleh La Sekati.
Tindakan kesewenang-wenangan KaraengE ri Gowa bukan saja ditujukan kepada orang Bone, tetapi juga kepada orang-orang Gowa yang menentang perintahnya. Dengan demikian orang Gowa pun banyak yang menyeberang ke Butung termasuk Karaeng Bonto Marannu dengan rakyatnya.
Keadan ini membuat KaraengE ri Gowa marah besar terhadap Raja Butung. Lalu KaraengE ri Gowa membuat rencana untuk menyerang Butung di Tanah Uliyo. Karena disitulah berlindung semua orang yang dicari oleh KaraengE ri Gowa. Disitu pula kapal-kapal Kompeni Belanda selalu singgah apabila hendak menuju ke Ternate. KaraengE ri Gowa memanggil Datu Luwu yang bernama La Setiaraja untuk bersama- Tidak berapa lama, Kompeni Belanda datang dengan segala alat perangnya menuju ke Ternate. Sebelumnya singgah di Tanah Uliyo. Turunlah La Tenri Tatta diantar oleh Raja Butung menemui Komandan Belanda di atas kapalnya. La Tenri Tatta minta kepada Kompeni agar dapat diikutkan ke Ternate bersama seluruh pengawalnya.
Atas permintaannya itu Kompeni mengatakan,
Oleh karena itu, La Tenri Tatta Arung Palakka dan seluruh pengawalnya tinggal beberapa waktu di Butung menunggu kembalinya Kompeni Belanda.
Tobala kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Maisuri anak dari We Daompo dengan suaminya yang bernama La Uncu Arung Paijo. Inilah yang melahirkan To Sibengngareng Maddanreng Bone. Kemudian To Sibengngareng kawin dengan anaknya Opu Bontobangung di Selayar yang melahirkan anak perempuan tiga orang. Yang pertama bernama We Kelli Arung Paijo, yang kedua bernama We Sadia Petta Punna BolaE dan ketiga We Panido Arung Atakka.
Sedangkan anak laki-laki Tobala dari isterinya We Maisuri, La Tenri To Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE. Kemudian La Tone To Marilaleng Pawelaiye ri Pattingaloang. Inilah yang kawin dengan We Tungke Arung Tessiada. Dari perkawinan itu lahirlah We Sutra Daeng Tasabbe Arung Tessiada. Kemudian We Sutra Daeng Tasabbe kawin dengan La Rubba Arung Jaling anak dari La Tenri To Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE dari isterinya We Sellima Arung Ulo. Dari perkawinan ini lahirlah yang bernama La Mappa Arung Jaling, La Maddukkelleng Arung Tessiada, To Akkeppeang Sulewatang Palakka.
La Mappa Arung Jaling kawin dengan We Saria Arung Palongki dan melahirkan La Supu Arung Palongki. Selanjutnya La Supu kawin dengan We Sutra Daeng Tasabbe, lahirlah La Esa Arung Palongki.
Kembali kepada La Tenri Tatta bersama pengawalnya yang sementara berada di Butung. Setelah kapal Kompeni Belanda kembali dari Ternate untuk selanjutnya ke Jakarta, singgahlah di Butung mengambil La Tenri Tatta bersama seluruh pengawalnya. Setibanya di Jakarta ditunjukkanlah tanah yang luas untuk ditempati. Kampung itu kemudian bernama Kampung To PattojoE, disitulah La Tenri Tatta Arung Palakka MalampeE Gemme’na membina dan melatih pengawalnya sebagai persiapan untuk kembali ke Tana Ugi melawan KaraengE ri Gowa Sumber RAJA RAJA BONE MASA REGENT TOBALLA TAHUN 1643-1660 : http://www.telukbone.org/
Rating Artikel : 5 Jumlah Voting : 99 Orang
Makam To Balla Jenneng Bone di Lalengbata Lamuru Kab. Bone |
RAJA RAJA BONE MASA REGENT TOBALLA TAHUN 1643-1660
Saat itu La Tenri Tatta sudah mulai dewasa dan kawinlah dengan I Mangkawani Daeng Talele. Pada saat orang Bone yang jumlahnya 10.000 itu tiba, La Tenri Tatta bersama seluruh keluarganya meninggalkan rumah KaraengE ri Gowa. Ia pun turun bekerja bersama orang Bone, merasakan bagaimana penderitaan dan penyiksaan yang dialami mereka. La Tenri Tatta To Unru menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana orang Gowa menyiksa orang Bone jika didapati tidak bekerja atau malas karena kelaparan. Orang Bone diperlakukan tak ubahnya hewan, dicambuk dan ditendang. Bahkan tidak sedikit yang mati terbunuh oleh orang Gowa yang mengawasi penggalian parit dan pembuatan benteng tersebut.
Melihat tindakan orang Gowa terhadap orang Bone yang semakin tidak berperikemanusiaan, hati La Tenri Tatta menjadi tergugah dan berpikir untuk membuat suatu rencana pembebasan. Dengan bekerja sama dengan beberapa keluarga dekatnya, seperti Arung Belo, Arung Ampana dan lain-lain. Kesepakatan yang dibuatnya adalah pada suatu saat yang tepat dan aman, semua orang Bone melarikan diri dari tempat penggalian parit dan pembuatan benteng tersebut menuju ke Bone.
Sementara Tobala tidak mampu lagi untuk menerima tindakan orang Gowa terhadap orang Bone yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Hal ini menambah kesungguhan La Tenri Tatta untuk menegakkan kembali kebesaran Bone. Dihimpunlah seluruh kekuatan Bone yang pernah bercerai berai, dia juga mengajak Soppeng agar dapat membantu Bone melawan Gowa.
Setelah cukup 17 tahun Tobala menjadi Jennang di Bone, ia membangkitkan kembali semangat orang Bone untuk melawan Gowa. Sementara La Tenri Tatta bersama segenap keluarga, jowa dan segenap orang Bone yang menjadi penggali parit telah berada dalam perjalanan menuju ke Bone. Hal ini tidak diketahui oleh KaraengE ri Gowa bersama seluruh anggota Hadatnya.
Setelah sampai di Bone, ia langsung menemui Tobala Jennang Bone. Selain itu ia juga menyampaikan kepada Datu Soppeng pamannya yang bernama La Tenri Bali. Memang telah dipersatukan Bone dengan Soppeng sesuai bunyi Pincara LopiE ri Attapang (Perjanjian ri Attapang). Bersatulah kembali Tobala dengan La Tenri Tatta membangkitkan kembali semangat perlawanan orang Bone terhadap Gowa.
Sebagai wujud kegembiraan orang Bone atas kembalinya La Tenri Tatta ke Bone, maka orang Bone sepakat untuk mengangkatnya menjadi arung di Palakka mewarisi neneknya. Sejak itu dinamakanlah Arung Palakka.
Setelah mempersatukan pendapat dengan Jennang Tobala untuk tidak mundur dalam melawan Gowa, pergilah Arung Palakka ke Lamuru untuk menghadang orang Gowa yang mengikutinya. Terjadilah perang yang sangat dahsyat dan menelan korban yang tidak sedikit dari kedua belah pihak. Karena kekuatan Gowa ternyata lebih kuat, maka ia pun mengundurkan diri bersama pengawalnya.
Dalam perjalanannya menghindari serangan Gowa, La Tenri Tatta Arung Palakka singgah menemui Datu Soppeng minta bekal untuk dimakan dalam perjalanan bersama pengawalnya. Karena dia akan pergi mencari teman yang bisa diajak kerja sama melawan Gowa. Hal ini dimaksudkan agar dapat menegakkan kembali kebesaran Bone.
Atas permintaannya itu, Datu Soppeng memberinya emas pusaka dari orang tuanya. Emas itulah yang dijadikan bekal bersama segenap pengawalnya pergi mencari teman yang bisa diajak kerja sama menegakkan kembali kebesaran Bone. La Tenri Tatta Arung Palakka sebelum berangkat berjanji tidak akan memotong rambutnya sebelum ia kembali ke Bone.
Berangkatlah La Tenri Tatta Arung Palakka bersama segenap pengawalnya, sementara orang Gowa tetap mengikuti jejaknya. Orang Bone pun kembali melawan di bawah pimpinan Tobala yang dibantu oleh orang Soppeng. Akan tetapi karena kekuatan Gowa masih lebih kuat, sehingga orang Bone kembali mengalami kekalahan. Bahkan Tobala tewas dalam peperangan dan Datu Soppeng tertawan.
Karena kekalahan itu, sehingga orang Bone kembali ditawan dan dijajah oleh Gowa. Begitu pula orang Soppeng karena telah membantu Bone dalam melawan Gowa. Sementara La Tenri Tatta Arung Palakka tetap diburu oleh orang Gowa dan tidak sedikit mengalami kepungan yang hampir saja menjebak dirinya. Seakan-akan tidak ada lagi tempat yang dapat digunakan untuk berlindung di Bone.
Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menyeberang ke Tanah Uliyo (Butung) untuk minta perlindungan. Hal ini dilakukan agar dapat menemukan teman yang dapat membantunya untuk melawan dan menundukkan Gowa. Disiapkanlah perahu untuk menyeberang ke Butung.
Sesampainya di Butung, naiklah La Tenri Tatta menemui Raja Butung. Raja Butung menerimanya dan bersedia membantunya. Tetapi ternyata Gowa tidak akan berhenti untuk mengikuti jejaknya. Setelah KaraengE ri Gowa mengetahui bahwa La Tenri Tatta bersama sejumlah pengawalnya telah menyeberang ke Butung, ia segera memerintahkan Arung Gattareng untuk menyusulnya.
Akan tetapi Arung Gattareng tidak sampai di Tanah Uliyo dan dia kembali tanpa membawa hasil. KaraengE ri Gowa lantas mengirim pasukan tempur untuk mengikuti sampai di Butung. Sesampainya di Butung pasukan Gowa tersebut mencari ke berbagai tempat, namun tidak berhasil menemukan La Tenri Tatta dengan seluruh pengawalnya. Raja Butung berusaha meyakinkan orang Gowa bahwa La Tenri Tatta tidak ada di atas Tanah Butung. Oleh karena itu, orang Gowa kembali tanpa menemukan La Tenri Tatta dan pengawalnya.
Setelah orang Gowa kembali ke kampungnya, Raja Butung berkata kepada La Tenri Tatta ; ”Saya sangat khawatir kalau pada akhirnya engkau dan seluruh pengawalmu ditemukan oleh orang Gowa di Tanah Butung ini. Saya sarankan agar engkau menunggu Kompeni Belanda karena tidak lama lagi dia akan datang. Dia akan berangkat ke Ternate karena Raja Ternate berselisih dengan saudaranya. Sekarang saudara Raja Ternate itu ada di Gowa untuk minta bantuan kepada KaraengE ri Gowa. Karena itu, KaraengE ri Gowa bermaksud berangkat ke Ternate, orang Bone diseberangkan ke Butung oleh La Sekati.
Tindakan kesewenang-wenangan KaraengE ri Gowa bukan saja ditujukan kepada orang Bone, tetapi juga kepada orang-orang Gowa yang menentang perintahnya. Dengan demikian orang Gowa pun banyak yang menyeberang ke Butung termasuk Karaeng Bonto Marannu dengan rakyatnya.
Keadan ini membuat KaraengE ri Gowa marah besar terhadap Raja Butung. Lalu KaraengE ri Gowa membuat rencana untuk menyerang Butung di Tanah Uliyo. Karena disitulah berlindung semua orang yang dicari oleh KaraengE ri Gowa. Disitu pula kapal-kapal Kompeni Belanda selalu singgah apabila hendak menuju ke Ternate. KaraengE ri Gowa memanggil Datu Luwu yang bernama La Setiaraja untuk bersama- Tidak berapa lama, Kompeni Belanda datang dengan segala alat perangnya menuju ke Ternate. Sebelumnya singgah di Tanah Uliyo. Turunlah La Tenri Tatta diantar oleh Raja Butung menemui Komandan Belanda di atas kapalnya. La Tenri Tatta minta kepada Kompeni agar dapat diikutkan ke Ternate bersama seluruh pengawalnya.
Atas permintaannya itu Kompeni mengatakan,
”Tidak usah ke Ternate, tetapi lebih baik ke Jakarta. Nanti di Jakarta baru diberikan tanah untuk di tempati bersama pengawalnya. Kalau sudah ada kesempatan, kita sama-sama melawan Gowa. Jadi tunggulah di sini. Kalau Kompeni kembali dari Ternate barulah singgah disini dan kita sama-sama ke Jakarta”.
Oleh karena itu, La Tenri Tatta Arung Palakka dan seluruh pengawalnya tinggal beberapa waktu di Butung menunggu kembalinya Kompeni Belanda.
Tobala kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Maisuri anak dari We Daompo dengan suaminya yang bernama La Uncu Arung Paijo. Inilah yang melahirkan To Sibengngareng Maddanreng Bone. Kemudian To Sibengngareng kawin dengan anaknya Opu Bontobangung di Selayar yang melahirkan anak perempuan tiga orang. Yang pertama bernama We Kelli Arung Paijo, yang kedua bernama We Sadia Petta Punna BolaE dan ketiga We Panido Arung Atakka.
Sedangkan anak laki-laki Tobala dari isterinya We Maisuri, La Tenri To Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE. Kemudian La Tone To Marilaleng Pawelaiye ri Pattingaloang. Inilah yang kawin dengan We Tungke Arung Tessiada. Dari perkawinan itu lahirlah We Sutra Daeng Tasabbe Arung Tessiada. Kemudian We Sutra Daeng Tasabbe kawin dengan La Rubba Arung Jaling anak dari La Tenri To Marilaleng Pawelaiye ri Kaluku BodoE dari isterinya We Sellima Arung Ulo. Dari perkawinan ini lahirlah yang bernama La Mappa Arung Jaling, La Maddukkelleng Arung Tessiada, To Akkeppeang Sulewatang Palakka.
La Mappa Arung Jaling kawin dengan We Saria Arung Palongki dan melahirkan La Supu Arung Palongki. Selanjutnya La Supu kawin dengan We Sutra Daeng Tasabbe, lahirlah La Esa Arung Palongki.
Kembali kepada La Tenri Tatta bersama pengawalnya yang sementara berada di Butung. Setelah kapal Kompeni Belanda kembali dari Ternate untuk selanjutnya ke Jakarta, singgahlah di Butung mengambil La Tenri Tatta bersama seluruh pengawalnya. Setibanya di Jakarta ditunjukkanlah tanah yang luas untuk ditempati. Kampung itu kemudian bernama Kampung To PattojoE, disitulah La Tenri Tatta Arung Palakka MalampeE Gemme’na membina dan melatih pengawalnya sebagai persiapan untuk kembali ke Tana Ugi melawan KaraengE ri Gowa Sumber RAJA RAJA BONE MASA REGENT TOBALLA TAHUN 1643-1660 : http://www.telukbone.org/
Rating Artikel : 5 Jumlah Voting : 99 Orang